Minggu, 28 Desember 2008

DESEMBER KELABU


Desember 2008 ini adalah desember yang mengesankan bagi saya. Sebenarnya saya sendiri tidak begitu memahami jalan pikiran kenapa penulis lagu desember kelabu menuliskan lagu itu. Tetapi mungkin kata itu yang tepat menggambarkan suasana hati saya di bulan desember 2008 ini. Bagaimana tidak, awal Desember menyisakan persoalan di bulan November tentang persoalan uang praktikum beberapa orang adik yang kuliah di Jawa.Belum berlalu, masalah radio yang disegel masih menjadi persoalan yang memakan pemikiran saya juga. Penyelesaian mata kuliah Ibrani dua yang minim alat lebih menambah beban ini, ditambah lagi dengan berita bahwa saya juga tidak akan lagi menduduki posisi saya di kampus seperti dulu. Yang terakhir ini sebenarnya tidak terlalu berpengaruh bagi saya, tetapi desember ini diwarnai dengan peristiwa-peristiwa ini.

Tetapi Tuhan baik. Dia tidak pernah membiarkan anak-anaknya sampai tergeletak. Hari ini 28 Desember 2008, hari minggu terakhir 2008 satu persatu dari persoalan ini terjawab. Kami baru saja mensyukuri datangnya 200kilo pemancar baru kami dalam ibadah singkat di studio, dan malam ini akan mulai dikerjakan. Uang adik-adik untuk praktikum diselesaiakan. Dan satu lagi yang menyita pemikiran tentang adik yang bekerja di Surabaya yang tidak memberi khabar juga sudah terjawab lewat telpon dari salah satu keluarga di Bali bahwa Ia sekarang ada di Bali. Satu demi satu persoalan dapat terselesaikan berkat Tuhan. Syukurlah, Desember kelabu itu seharusnya mulai diganti dengan desember Ceria. Trimakasih Tuhan 2008 ini penuh dengan suka duka tapi Engkau membawa saya melewatinya.

Sabtu, 06 Desember 2008

“MANTAN DOULOS”


(Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang saya posting di blog lama. Sebelum blog itu saya hapus, tulisan itu saya pindah ke sini.

Awalnya aku ingin kuliah di STT Doulos. Keinginan ini juga oleh karena dorongan dari Omku. Sebut saja Marthen Banfatin, Om yang menyayangi aku. Satu-satunya saudara laki-laki mamaku. Tuhan tidak memberi mereka anak, tetapi Tuhan memberi kami seorang Om yang luar biasa yang dapat memahami kami. Puji Tuhan. Suatu hari beliau meminta, kalau kamu ingin kuliah ke Jawa, saya dukung, katanya. Akupun memutuskan untuk ikut perekrutan STT Doulos ke Jakarta. Pikirku, STT Doulos akan sama dengan STT yang lain yang mencetak para pendeta di GMIT, gereja asalku. Setelah keputusanku bulat, aku diantar dengan air mata di pelabuhan Tenau kupang dan berangkatlah aku ke Jakarta. Membayangkan Jakarta dan kampus yang megah, akupun berangkat.
Beberapa hari berlayar, tibalah di Jakarta. Jujur, aku belum pernah membayangkan kota besar. Jangankan Jakarta. Aku bahkan belum pernah menginjakan kaki di kota propinsi kami yang bernama Kupang. Setiba di Tanjung priok, kami dijemput dengan mobil khusu dan diantar ke Cipayung, Jkarta Timur. Langsung hilang bayanganku tentang kuliah di tempat yang nyaman setelah aku melihat dengan mataku sendiri kampus STII Jakarta. Sampai di sana kami dibagi dalam dua rombongan. Sebagian tinggal di Jkaarta dan kami harus melanjutkan perjalanan ke Bandung. Keindahan pemandangan d Jalanan menuju Bandung sejenak membuat aku lupa akan tujuan utamaku kuliah. Sekitar Jam 11 malam, tibalah kami di satu desa yang sunyi dan gelap. Pada akhirnya aku tahu desa itu bernama Langensari dan kampung tempat kami dibawa bernama Cikidang di kecamatan Lembang, Bandung. Astaga, kami tidur malam itu di ruangan yang bau kotoran ayamnya masih menyengat hidung. Aku tidak tahu persis kalau itu kampus yang dimaksud. Maklum, kami tiba pada malam hari. Besoknya, betapa kagetnya diriku, kami ternyata berada di desa yang terpencil. Sepanjang mata memandang hanya ada gunung dan hutan. Astaga, aku baru sadar, keinginanku untuk melihat kampus yang mewah sirna. Aku tidak bisa pulang karena kemana aku harus pergi, akupun bingung.
Proses perkuliahan berjalan dan aku sadar bahwa ada banyak masukan dan ilmu yang kudapat dari para pengajar. Tetapi banyak keganjilan dalam hal manajemen membuatku bertanya-tanya tentang kejelasan masa depanku menjadi pendeta GMIT. Mungkinkah aku akan menjadi pendeta di GMIT? aH.. aku berusaha menjauhkan pikiran itu. Tapi kembali aku dihantui karena setiap alumni diminta hanya untuk melayani sebagai penginjil dan bahkan melayani di panti rehabilitasi. Aku semakin sadar bahwa keinginanku menjadi pendeta GMIT akan tidak tercapai.
Di tengah kebingunganku itu, STT Doulos kemudian diminta untuk tutup. Beritanya aku baca sendiri keluar di Koran Pikiran Rakyat. Aku kemudian semakin kuatir dengan masa depanku. Dari Bandung, kami dipindahkan ke Jakarta dan dari Jakarta, kami akan dipindah lagi. Aku memutuskan untuk pindah ke STII Jogja walaupun saat aku pamit, aku tidak direstui, bahkan nyaris dipermalukan. Tapi aku bersyukur pada Tuhan aku dapat pembekalan dan mengenal Yesus di sana. Aku kemudian hengkang ke STII Jogja yang membentukku sampai menjadi yang sekarang, walaupun belum tidak menjadi pendeta, aku enjoy melayani sukarela di GMIT. Demi pekerjaan dan kecintaanku pada Tuhan

PAPA . .


(Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang saya posting di blog lama saya pada 29 September 2008).Sebelum blog itu saya hapus, tulisan itu saya pindah ke sini.

Ayahku seorang Petani. Papa Oktovianus Tanesib. Petani, di daerah lain mugkin bisa diandalkan. Tapi di Timor? Petani jauh dari bayangan. Papaku lahir dari sebuah keluarga Besar. Papaku anak pertama, disusul papa Yunus Tanesib, Tante Ully, Tante Koba, Tante Yanse, Bapak Yulius, Tanta Sin dan yang terakhir hampir seumuran aku namanya Nitanel. Sebagai anak pertama dalam keluarga, papaku harus berpikir tentang adik-adiknya. Tapi puji Tuhan, semua adiknya sampai sekarang “Takut Tuhan.”
Walaupun kondisi ekonomi keluarga kami sangat minim, satu hal yang menarik dari papaku, sejak muda, dia sudah melayani Tuhan. Awalnya dia hanya menjadi syamas, kemudian menjadi penatua,dan kemudian menjadi Penanggungjawab gereja. Tugas ini cukup berat. Maklum pendetanya hanya satu orang, sedangkan gerejanya ada sembilan dengan jumlah jemaat masing-masing gereja, ratusan bahkan ribuan. Papaku 18 tahun melayani Tuhan sebagai pelayan syamas, penatua bahkan Penanggungjawab.
Mungkin gara-gara itu, kami mulai di ajar sejak kecil untuk tertib secara rohani. Aku ingat, kamidibiasakan untuk bangun jam 5 pagi, duduk bersama-sama kemudian berdoa sebelum kami melakukan pekerjaan. Desa kami, Ajaobaki adalah satu desa di Kapan, kecamatan Mllo Utara yang sangat dingin. Bangun di jam itu sama dengan menyiksa diri. Tapi disiplin ini mengarahkan kami dan akhirnya kami juga belajar takut akan Tuhan. Walaupun sampe sekarang masih juga terus belajar. Tapi bagi aku, apaku adalah fondasi iman dan panggilanku sebagai pelayan Tuhan.
Aku ingat, papaku sungguh-sungguh berjuang untuk kami. Semasa kecil aku ingat, papaku berdagang buah-bahan dan hasil bumi. Hasil bumi yang dijualnya adalah ketumbar, bawang putih, dan buah unggulan Kapan, Apel. Dulu seingatku, buah Apel adalah produk di kapan. Sayang, sekrang sudah musnah… tanpa bekas bahkan. Dengan hasil berdagang, kami dibelikan pakaian ala kadarnya untuk bersekolah di SD. Menghidupi kami dengan sarapan bubur setiap pagi sebelum ke sekolah, dan biaya lain. Yang sangat membuat aku terharu, saat aku SMA, papakuyang tidak pernah mengena mengenakan celana panjang, berusaha membelikan sebuah celana panjang untuk aku. Aku malu-malu mengenakannya (maklum belum pernah bercelana panjang). Tapi astagaaaa… celana itu kebesaran dan kedodoran karena dibeli tanpa ukuran. Tapi syukurlah. Aku semakin sadar. Walaupun papaku seorang petani, ia menginginkan kami untuk menjadi lebih baik darinya. Aku ingat dulu papaku pernah berkata, kendatipun aku tidak pernah belajar Alkitab, anakku harus mengerti tentang Alkitab dengan belajar. Terimakasih Papa.
Sekarang aku belum bisa berbuat sesuatu untuk papaku. Tapi aku akan terus membuat dia tersenyum dan bangga punya anak seperti aku.

DAPATKAH ORANG PERCAYA BUNUH DIRI?


(Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang saya posting di blog lama saya pada 2 Oktober 2008).Sebelum blog itu saya hapus, tulisan itu saya pindah ke sini.
Pertanyaan pada judul di atas menjadi sebuah pertanyaan yang mengganggu pikiran saya. Paling tidak selama studi di Jogjakarta. Paling tidak, pertanyaan ini muncul karena saya pernah tinggal dan mengabdi di satu daerah yang angka bunuh dirinya dibilang tinggi setiap tahunnya. Gunung Kidul. Di kabupaten yang terletak di selatan Jogjakarta itu, saya membantu melayani segelintir jemaat Kristen. Tepatnya di Dukuh Belang, Desa Terbah, Kecamatan Patuk. Syukurlah, di jemaat ini tidak pernah ada kasus bunuh diri. Tapi saya bertanya, dapatkah seorang percaya bunuh diri? Jawaban atas pertanyaan ini sedikit terungkap saat saya membaca buku karya Charles Caldwell Ryrie berjudul “You Mean the Bible Teaches That.” Ryrie mengatakan:
Dapatkah orang percaya bunuh diri? Tentu saja ia dapat melakukannya, tak pelak lagi orang percaya melakukannya. Tapi beberapa orang mungkin berkata apakah anda yakin bahwa mereka yang bunuh diri adalah sungguh-sungguh orang percaya? Beberapa orang yakin bahwa orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh percaya tidak dapat melakukan bunuh diri, tetapi tidak ada fakta Alkitab yang mengklaim demikian. Beberapa orang yang mempertahankan bahwa seseorang dapat kehilangan keselamatannya berpendapat bahwa jika seorang Kristen mencabut nyawanya sendiri, ia kehilangan keselamatan dan tujuannya adalah lautan api. Bahwasannya orang yang sunggu-sungguh percaya tidak dapat melakukan bunuh diri nampaknya membuka sebuah pertanyaan serius namun hal ini dilakukan banyak orang. Lebih dahulu kita harus memahami bahwa pengalaman bukanlah sebuah tuntunan yang selalu aman. Karena kita tidak bisa memberikan sebuah penghakiman yang pasti tentang orang yang tidak percaya yang bunuh diri.
Adakah contoh-contoh di dalam Alkitab tentang orang percaya yag melakukan bunuh diri? Ryrie memberikan jawaban dengan mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada dalam Perjanjian Baru. Anggapan ini adalah didasarkan pada pendapat bahwa Yudas bukanlah orang percaya. Tetapi di dalam Perjanjian Lama, ada cerita tentang bunuh diri yang dilakukan oleh Raja Saul dengan menggunakan pedangnya sendiri. Apakah Saul adalah orang percaya atau tidak, masih merupakan sebuah perdebatan. Beberapa orang mengambil pernyataan Samuel dalam 1 Samuel 28:19 yang mengatakan bahwa Saul segera bersama dengan anak-anakNya sebagai pernyataan bahwa Saul masuk surga bersama-sama dengan Samuel. Yang lain memahami bahwa pernyataan ini semata-mata bahwa Saul akan segera mati dan pergi ke Sheol yang adalah tempat orang-orang jahat yang sudah mati. Jadi pernyataannya berarti ganda dan kita tidak bisa menyimpulkan bukti bahwa Saul adalah orang percaya yang bunuh diri.
Meskipun demikian, kita mengetahui bahwa orang-orang percaya tidak akan kehilangan keselamatannya karena jenis dosa tertentu. Tidak dapat disangkal bahwa bunuh diri adalah sebuah dosa (karena seseorang membunuh diri sendiri). Tetapi perzinahan dan membunuh orang lain adalah juga dosa yang sama besarnya dengan membunuh diri sendiri. Kita tahu bahwa raja Daud yang melakukan kedua dosa tadi yaitu perzinahan dan membunuh orang lain, tidak akan kehilangan keselamatannya hanya karena ia melakukan dua hal itu (Roma 4:7-8). Darah Yesus Kristus membersihkan kita dari seluruh dosa kita, termasuk bunuh diri.
Setelah membaca tulisan Ryrie, kesimpulannya kembali pada masing masing orang. Dapatkah orang percaya bunuh diri? Menurut aku, mungkin ya. Tapi masuk sorga dan masuk nerakanya orang yang bunuh diri bukanlah sebuah kepastian. Namun seharusnya satu hal yang tegas, Bunuh diri bukan sesuatu yang diizinkan oeh kekristenan.
Pertanyaannya masih menggantung? Komentari…..

AHLI KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI



(Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang saya posting di blog lama saya pada 23 Oktober 2008).Sebelum blog itu saya hapus, tulisan itu saya pindah ke sini.

Salah satu aktivitas harian yang saya lakukan adalah ‘announcing’ pada radio Suara Kupang. Untuk kegiatan ini, saya membutuhkan stamina yang ekstra. Maklum, saya harus tidur lebih malam dari biasanya dan bangun lebih subuh. Setiap harinya kecuali hari week-end, saya baru akan bisa tidur jam 00.00. Ini karena program yang saya asuh adalah “Worship Line,” sebuah program doa online setiap malam di Radio. Program lain yang saya asuh adalah “Sambut Pagi,” yang dimulai jam 05.00. Artinya saya hanya tidur beberapa jam saja. Sebenarnya berat juga bagi fisik saya tapi syukurlah ada keceriaan yang saya peroleh setiap hari bersama dengan orang-orang yang saya temui dan menemui saya via telfon ke radio.

Dalam program yang aku asuh, ada satu sesi yang menjadi konsumsiku setiap hari yaitu paket renungan “bermimpi satu menit.” Program ini dihantarkan oleh Prof. Samuel Tirtamihardja. Radio kami mendapatnya dari kerjasama dengan YASKI. Dalam program ini, ada tips-tips yang diberian untuk dapat lebih efektif dalam hidup setiap hari. Prof. Samuel disebut punya keahlian dalam kepemimpinan dan komunikasi. Pagi ini Jumat 24 Oktober 2008 saat aku memutar program ini kepada pendengar, pikiran saya dibawa kepada kata-kata “kepemimpinan dan komunikasi.” Kedua kata ini membuat saya merenung. Sambil tetap memonitor jalannya lagu-lagu yang saya putarkan di raduga sebelum DJ Talk, saya berpikir, betapa bahagianya karyawan atau bawahan yang pimpinannya mampu berkomunikasi dengan baik kepada mereka. Pikiran ini muncul karena beberapa hari terakhir ini bahkan bulan dan tahun-tahun terakhir, pimpinan kami di tempat kerja lain (bukan radio) tidak punya komunikasi yang baik dengan kami karyawan di sana. Kehausan akan komunikasi yang normal, ramah dan bersahabat juga solutif seolah-olah memenuhi jiwa saya. Seandainya saja beliau mengerti tentang cara yang baik seperti Prof Samuel yang disebut ahli kepemimpinan dan komunikasi. Tapi bagaimanapun, kepemimpinan yang tidak disertai komunikasi yang bertatakrama akan menyebabkan banyak protes dan bahkan ketidaknyamanan.

Seorang pemimpin hanya akan menjadi pemimpin jika ada orang yang dipimpinnya. Karena dia berada di tengah orang lain maka ia harus membuka mulutnya, mengeluarkan suara dari sana dan berbicara dengan orang lain. Tapi dalam mengeluarkan suara, tatakrama dan aturan harus diketahuinya. Seorang pemimpin akan dianggap otoriter jika pada saat salah saja ia menegur dengan keras dan itupun dilakukan di hadapan orang lain. Dia tidk pernah memanggil dan mengkomunikasikan sesuatu secara intern sebelum publikasi. Ini membahayakan. Komunikasi ini juga dalam hal-hal biasa. Contoh sederhana, kalau ada tamu yang ingin mngantarkan sesuatu, saat tamu mengetuk pintu, bukakan pintu dan suruhlah masuk baru menanyakan apa maksudnya. Bukan berteriak dari dalam sementara tamunya di luar dan menyuruh meletakan benda yang diantar di depan pintu.

Tapi Kristus adalah kepala segala pimpinan. Dia tahu apa yang bisa dibuat.

JAMPI STRES



Jujur, beberapa hari ini saya sedang mengalami stress.Bagaimana tidak, sejumlah pekerjaan yang menumpuk, ditambah lagi dengan empat matakuliah yang harus saya asuh, ditambah lagi dengan hubungan dengan beberapa teman kerja yang kurang baik. Sungguh-sungguh membuat saya lelah memikirkannya.Apalagi, pemikiran tentang natal yang semakin mendekat, sementara persiapan untuk sekedar pulang kampung dan uang makan adik-adik yang kuliah di Jawa semakin memperburuk keadaan ini.

Ini bukan kali pertama rasa stress saya alami. Semasa kuliah di Jogja dulu, kondisi ini sering saya alami. Kalau bukan karena kiriman uang yang telat, pasti karena tugas-tugas kuliah yang harus saya kerjakan atau masalah pelayanan. Tapi saya selalu punya kiat sendiri untuk menghilangkan stress. Maklum, kami di asrama dan ada banyak hal yang bisa dilakukan. Salah satu hal yang saya biasa lakukan ialah dengan bersepeda "onthel" keliling-keliling. Atau keluar pada malam hari dan "jagingan" dengan teman-teman di warung kucing atau lesehan khas Jogja.

Lha itu kalau di Jogja. Ini di Kupang. Bagaimana jampi stress? Tanggal 5 Desember 2008 setelah pulang kuliah, beberapa mahasiswa sedang berdiri di depan ruangan. Saya mendekati mereka dan bercanda, dan salah satu hal yang kami bicarakan adalah apa kiat mengatasi stress. Ibu Rina Foeh, seorang mahasiswa yang mengambil matakuliah di kelas saya menyebut, kalau stress, hal yang sering dilakukannya adalah pergi dari rumah tanpa pamit kepada suami dan meninggalkan anak-anak. Ya sekedar jalan dan setelah itu pulang dengan kesegaran baru. Nampaknya itu juga obat jampi stress saya di Kupang. Beberapa hari lalu saya berjalan kaki sendirian di Jalan Palapa Kupang sore hari, tanpa teman. Setelah lama berjalan, saya rasa stress saya akhirnya hilang.
Okeszone pernah menuliskan pada Jumat,2 Juni 2006: Stres sudah menjadi sesuatu yang biasa dalam kehidupan dan biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari, entah itu karena pekerjaan, hubungan dengan kekasih atau masalah pribadi yang membuat Anda terpuruk. Untuk meminimalkan hal tersebut dan mengembalikan senyum di wajah Anda, berikut beberapa cara agar Anda dapat mengatasi dengan sumber stres Anda setiap harinya.

* Kurangi sumber stres. Sebagai contoh, jika berada dalam kerumunan sangat mengganggu Anda, pergilah ke supermarket di mana Anda tahu pasti antriannya tak akan terlalu panjang. Cobalah menyewa video atau DVD daripada menonton di bioskop yang penuh orang. Bereskan hunian Anda dengan memberikan atau menyingkirkan barang-barang yang sudha tak berguna, atau bisa jadi Anda membuka garage sale merupakan salah satu cara terbaik untuk ini.

* Jika Anda selalu terlambat, coba pikirkan bagaimana Anda membagi waktu. Dimulai dengan berangkat kerja, katakan saja butuh 40 menit untuk sampai ke kantor, sudahkah Anda berangkat tepat waktu? Anda dapat menyelesaikan masalah dan mengurangi tingkat stres dengan hanya menjadi lebih realistis. Jika Anda selalu tidak punya cukup waktu untuk seluruh aktifitas penting, mungkin ini sudah suatu pertanda kalau Anda mencoba melakukan terlalu banyak. Sekali lagi, coba buat daftar apa yang Anda lakukan seharian dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan. Kemudian coba sederhanakan.

* Hindari kemungkinan terjadinya stres yang masih bisa Anda prediksikan sebelumnya. Jika olahraga atau permainan tertentu bisa membuat Anda tegang (entah itu tenis atau bridge), tolak ajakan untuk bermain itu. Kesimpulannya, inti dari segala aktivitas haruslah menyenangkan. Jika Anda yakin itu tidak seperti itu, tidak ada alasan untuk ikut melakukannya.

* Jika stres terus tak bisa disingkirkan maka singkirkanlah diri Anda. Menghilanglah sebentar untuk waktu menyendiri. Momen yang tenang ini akan memberikan suatu perspektif baru untuk mengatasi masalah. Jauhi orang-orang yang berpotensi menimbulkan stres. Sebagai contoh, jika Anda tidak cocok dengan mertua, tetapi tidak ingin menjadikannya itu menjadi suatu masalah, undanglah ipar-ipar yang lain di waktu yang bersamaan, kamu mengundangnya. Adanya orang lain di sekitar Anda akan meredam beberapa tekanan yang akan Anda rasakan.

* Bersaing dengan orang lain, entah itu dalam keberhasilan, penampilan atau kekuasaan merupakan sumber stres yang tidak dapat dihindari. Anda mungkin tahu orang seringkali melakukan apa saja yang bisa menimbulkan keirian. Solusinya sebenarnya sangat sederhana, cobalah puas dengan apa yang Anda punya. Stres akibat keirian semacam ini hanya akan merugikan diri sendiri.

* Perangkat kerja seperti handphone atau jaringan komputer, seringkali membuat kita terlalu menjejalkan banyak aktivitas dalam setiap harinya. Sebelum membeli peralatan baru, pastikan itu sungguh-sungguh akan mengembangkan hidup Anda. Berhati-hatilah, karena merawat dan menyervis suatu peralatan dapat menjadi satu faktor pemicu timbulnya stres.

* Lakukan hanya satu macam pekerjaan saja dalam satu waktu. Sebagai contoh, ketika berlatih di sepeda statis, Anda tidak perlu untuk mendengarkan radio atau melihat TV.

* Ingatlah, terkadang tidak ada salahnya jika tidak melakukan apa-apa.

* Jika Anda mengalami insomnia, sakit kepala, demam yang tidak sembuh-sembuh atau gangguan perut, coba lihat apakah stres yang menjadi masalahnya. Terus menerus marah, frustasi atau gelisah akan menurunkan daya tahan fisik kita.

* Jika stres Anda menjadi semakin parah, carilah bantuan para ahli atau terapis. Tanda awal dari stres yang parah yaitu mulai hilangnya akal sehat dan keengganan bangun di pagi hari untuk menghadapi hari yang baru.

Benar juga kata okezone tadi. Mungkin karenannya insomnia saya kambuh lagi. Dan fisik saya sedikit terganggu. Tapi semoga stress ini segera pergi. Jika datangpun sudah ada penangkalnya. Jalan kaki.[MT]

Jumat, 05 Desember 2008

PERJALANAN PANJANG



Hidup hari ini betul-betul adalah anugerah. Anugerah oleh karena jalan-jalan hidup ini sudah dilalu hari ini. Tetapi hari ini sebenarnya adalah satu hari di atas hari-hari lainnya. Banyak jalan setapak yang pernah saya lalui. Banyak jalan berliku yang pernah saya lalui. Banyak jalan menurun bahkan menanjak yang mengeluarkan tenaga untuk bisa ditapaki.Demikianlah kehidupan rohani kita dalam mengarungi perjalanan panjang di dunia. Setiap saat ada berbagai pilihan yang seakan-akan lurus, tapi bisa membuat kita tersesat atau bahkan berujung pada maut. Ada banyak ajaran yang seolah-olah terlihat benar, tapi sebenarnya menyesatkan. Salah satu aliran baru menyatakan kita akan mendapatkan hasil sejauh perbuatan kita. Ini seolah-olah terlihat benar, tapi keyakinan itu bertumpu pada pernyataan bahwa manusia-lah pusat dari segala sesuatu, bukan Tuhan.

Sepanjang-panjangnya jalan yang saya lalui, saya selalu sadar bahwa di hadapan saya terbentang panjang jalan lain yang harus dilalui. Jadi berjalan di jalan-jalan yang kemarin adalah pengalaman untuk melihat kenyataan bahwa jalan masih panjang. Jika pemilik jalan itu masih mengizinkan saya untuk berjalan di jalan panjang itu, maka saya sadar jalan itu masih panjang. Mungkin ada belokan di depan. Namun Tuhan, kuatkan saya di jalan-Mu.

Seringkali saya berdiri, memandang ke depan. Ughh..Betapa jauhnya jalan itu. Di depanku terlihat jelas sebuah lubang kecil di jalan. Tapi lubang-lubang lain sepanjang jalanan ini tidak saya kenali dengan pasti. Kuatkan saya untuk menelusuri jalan ini dengan menghindari lubang berbahaya di perjalananku.[MT]

KURSI KOSONG


Foto di atas diambil di depan tempat saya mengabdikan diri saya. Tempatnya memang masih sangat sederhana karena masih merupakan rintisan sekolah para pelayan Tuhan di Kupang. Saya adalah yang duduk di urutan kedua dari samping kiri. Semua kami yang duduk adalah pengajar di tempat saya mengabdi, STII Kupang. Namun keunikan terjadi. Di tengah-tengah kami, ada satu kursi kosong. Pertanda apakah ini?

Saat melihat foto ini beberapa waktu lalu, teman-teman saya memiliki komentar tersendiri. Ada yang mengatakan bahwa ini ada pertanda kurang harmonis di antara kami yang duduk. Tapi bagi saya, foto ini bukan pertanda buruk. Hanya saja kebetulan saat itu pak Esra Soru yang seharusnya duduk di kursi itu sedang mengambil gambar. Itulah satu-satunya alasan yang masuk akal. Karena itu tidak ada alasan untuk menganggapnya sebagai suatu pertanda kurang baik di antara kami para pengajar. Seorang teman saya yang duduk di depan, sekarang telah menjadi pendeta di Sumba. Dialah Pdt. Yahya Keo,S.Th (orang ketiga yang duduk dari kiri).

Sebenarnya, apa makna "kursi kosong" selama ini?

Kompas 21 Juli 2006 menulis tentang kursi Kosong dalam kaitannya dengan pendidikan: "Ada banyak spekulasi tentang banyaknya kursi kosong pada seleksi PSB 2006 Surabaya. Ada yang menyatakan bahwa banyak calon murid yang tidak mendaftar ulang karena tidak punya uang, jarak sekolah terlalu jauh, mutu sekolah tidak lebih baik dari sekolah swasta, dan masih banyak lagi alasan."

Okezone,31 Maret 2008 menyebut: "Kursi kosong Wakil Ketua DPR yang ditinggalkan Zaenal Ma'arif ternyata sangat sulit diisi. Pasalnya sampai sekarang kursi tersebut masih kosong melompong.Menurut Ketua DPR Agung Laksono saat ini ada tiga formula pengisian yang masih diperdebatkan."

Jadi dari dua hal ini, paling tidak kursi kosong berarti ada usaha untuk meraihnya. Apa arti kursi kosong kami di foto ini? Ah... Lupakan saja.[MT]

Kamis, 04 Desember 2008

LAYANAN PUBLIK YANG MENGECEWAKAN


Peristiwa ini saya alami di salah-dua instansi pemerintah di Kota Kupang. Saat itu saya harus mengurus beberapa surat yang berhubungan dengan legalisasi diri saya sebagai penduduk asli Kupang. Maklum, saya lahir dan besar di sebuah desa di pinggiran kota kecamatan di Kapan. Studi SMA di kota kabupaten di So’e ibukota kabupaten. Tetapi saya belum pernah menginjakkan kaki di kota provinsi, Kupang. Setamat SMA di So’e, saya langsung melanjutkan studi di Lembang, Cipayung dan akhirnya tiba di Jogja. Karena seringnya berpindah, saya bahkan tidak punya KTP yang benar-benar paten. Saya pernah punya KTP sementara di Lembang, KTP local di desa Terbah, Gunung Kidul, tapi tidak di Kupang dan bukan KTP Nasional. Dalam petualangan mencari KTP itulah saya pernah bertemu dengan “tampang-tampang” galak para PNS di Kupang. Pelayanan publiknya memang tidak memuaskan. Paling tidak terhadap saya beberapa waktu lalu.

Waktu itu saya mengetuk pintu ruangan yang akan saya tuju di kantor tempat saya mengurus beberapa surat dengan ramah dan bersahabat. Maklum, keramahan Jogja masih membekas di benak saya. Saya merasa ketukan saya di pintu sudah cukup keras, dan bahkan para pegawai itu sudah sempat melihat saya dengan jelas di depan mereka. Tapi mereka malah dengan santainya mengurus riasan di wajah mereka. Sekali lagi saya bersuara agak keras menyapa dengan ramah’ “selamat pagi!” Tetapi malah dibalas dengan cibiran dan pertanyaan “sapa tuh?” (Dalam bahasa Kupang yang kental). Mungkin itu yang membuat seorang dosen kami dari Jogja Dr.Suroso ketika menginap di salah satu hotel di Kupang pernah berkesan, kalau hotel itu ada di Jogja, mungkin tidak ada yang menginap.

Kembali ke cerita saya di kantor tadi. Tanpa sedikitpun menghiraukan saya membuat saya naik darah. Ingin rasanya saya menmbentak. Tapi akh..biarkan saja. Toh saya ke sini dengan tujuan untuk meminta bantuan. Beberapa saat kemudian, seorang teman yang sekaligus sesepuh kami yang kebetulan bekerja di kantor itu bernama Ibu Erika Pandjaitan datang. Betapa kagetnya ibu-ibu yang duduk di depan saya karena ternyata saya mengenal ibu Erika. Dengan segera mereka berubah wajah dan meladeni saya dengan sopan karena saya mengenal ibu Erika. Segera surat saya diurus dan selesailah suratnya diurus.

Oh.. ternyata mereka hanya akan melayani orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan mereka. Karena itu tidak salah kalau menyebut bahwa nepotisme di Kupang masih sangat kuat terasa. Kapan itu akan berakhir, saya juga tidak tahu. Tapi semoga nepotisme itu segera berakhir.[MT]

DITOLONG INA SABU


Ini sebenarnya bukan cerita mengenai diri saya, tapi cerita ini pernah diungkapkan adik saya saat kami berjuang untuk bisa berangkat ke Yogyakarta untuk kuliah. Namanya Merci Rosandi Tanesib. Sekarang dia sudah memasuki semester kedua perkuliahannya di FMIPA UKRIM Yogyakarta. Saya teringat kisah ini pasca menelepon mereka tadi pagi dan sekedar menanyakan kabarnya pasca makram FMIPA mereka di Wates. Saya teringat saat awal-awal kami bergumul untuk studinya.

Saat itu menurut om saya, semua peralatannya harus dipersiapkan dengan baik termasuk persiapan pembukaan rekeningnya. Kata Om, rekening harus segera diurus di Kupang karena pembukaan rekening akan terhambat jika sudah samapai di Jogja. Apalagi dia adalah penduduk baru yang tentu membutuhkan kartu identitas baru di tempat baru. Daripada ribet. Om meminta kami menyelesaikan semuanya di Kupang. Sambil menunggu pengurusan ATM-nya di BNI, saya menyuruh dia untuk menunggu sementara saya membeli beberapa peralatan termasuk trevel bag yang akan kami pakai.

Saat saya tinggal, petugas bank meminta dia untuk membayar beberapa rupiah karena kartunya sudah bias langsung dibawa pulang. Astaga… ternyata dia tidak membawa uang, sepeserpun. Dia baru saya bawa ke Kupang sekali. Teman juga belum punya. Tapi Erni tidak kehabisan akal. Di keluar, menyeberangi jalan dan meminjam uang pada seorang nenek penjual dari suku Sabu (Ina Sabu). Puji Tuhan, di Kupang yang kurang ramah ini, masih ada orang-orang yang baik hati yang mau mempercayai orang seperti adik saya dan meminjamkan uang. Ketika saya pulang, dia baru meminta saya untuk segera mengembalikan uang itu.

Pengalaman ini juga mungkin berguna untuk mereka yang akan mulai merantau, untuk mencari ilmu misalnya. Selesaikan dulu semua urusan rekening dengan apapun kerumitannya di tempat asal sehigga tidak direpotkan di tempat yang baru. Karena di tempat baru, tugas yang sesungguhnya adalah belajar dan bukan untuk mengurus kartu identitas. Syukur kalau petugasnya ramah.[MT]

Rabu, 03 Desember 2008

PROYEK IBRANI II YANG MINIM ALAT



Usaha untuk mengajar di STII Kupang membuat saya untuk kreatif. Semasa kuliah dulu di Jogja, teman-teman saya sering menyebut kata kreatif sebagai singkatan kere tapi aktif. Artinya walaupun miskin peralatan, tetapi harus aktif belajar dan berusaha. Mungkin itu juga yang memacu saya akhir-akhir ini. Untuk mendapat bahan dan alat-alat mengajar, kesulitan sering saya hadapi. Tetapi usaha untuk melakukan yang terbaik tidak pernah terhenti.

Beberapa semester terakhir ini saya dipercaya untuk mengajar beberapa mata kuliah yang rata-rata literaturnya berbahasa Inggris. Walaupun semasa SMU saya memilih kelas bahasa, pernah mengikuti kursus bahasa Inggris dan bahakan ToEFL Preparation, tapi nampaknya itu semua bukan jaminan bagi saya untuk memahami literatur-literatur teologi yang menggunakan bahasa ilmiah teologi.

Saya bersyukur, setelah melewati masa-masa persiapan dan mengajar Bahasa Ibrani I yang sulit, akhirnya saya menyelesaikan satu semester juga dengan mata kuliah itu. Hasilnya menurut saya cukup memuaskan. Paling tidak menurut saya. Sekarang, saya diminta untuk mengajar Bahasa Ibrani II. Bahasa Ibrani I memang tidak terlalu banyak memerlukan literatur, karena sekedar mengajar tulis dan baca juga beberapa aturan dasar kalimat Ibrani dan kosakata. Syukur juga, karena beberapa hal yang sebenarnya saya sebut "kebetulan" walaupun sebenarnya saya sadar di dalam Tuhan tidak ada yang kebetulan. "Kebetulan" yang saya maksud adalah semasa kuliah dulu adalah saya sempat memiliki diktat Ibrani lebih dari satu versi. Versi STII tempo doeloe, versi I3 Batu-Malang, versi Carl Reed,Ph.D dan yang betul-betul saya anggap sebagai "kebetulan" adalah saya pernah ditinggali versi Dallas Theological Seminary milik seorang pendeta yang akan pindah rumah ke Klaten kota. Waktu itu saya masih ada di Klaten. Karena membantu berbenah, buku itu akhirnya diwariskan ke saya, walaupun dalam bentuk copian dan agak lusuh. Syukur untuk semu "kebetulan" itu.

Bahas Ibrani II sekarang lebih rumit. Waktu diminta pertama kali untuk mengajar mata kuliah ini, saya sendiri belum punya panduan dan bahan ajar. Memang ada sedikit bayangan tentang matakuliah ini semasa kuliah dulu. Saya membongkar bahan-bahan saya yang sudah saya "kerduskan" dan akhirnya saya menemukan bahan parsing saya di Ibrani II dulu. Beberapa bahan Mas Samgar Setyabudhi, SKM juga masih saya simpan. Nama ini sekarang sudah menjadi dosen Ibrani setelah menyelesaikan Th.M-nya di STII. Saya kemudian meminta beliau lewat @mail diktat yang saya maksud. Kebaikan hatinya ditunjukan dengan arahan bahwa Ibrani II adalah penerapan sintaktikal dan leksikal Ibrani I. Atas usaha kedua adik saya yang kuliah di UKRIM Yogyakarta, bahan itupun tiba ke saya dan sekarang saya pakai sebagai bahan ajar.

Masalahnya sekarang adalah beberapa bahan yang saya rasa sangat penting tidak ada. Bahan-bahan itu seperti The Septuagint Version of the Old Testament with an Eanglish Translation, The Interlinear Bible: Hebrew - English, Analitical Key to The Old Testament. Satu buku yang penting yang tidak kami miliki adalah The New Brown-Driver-Biggs-Genesius Hebrew and English Lexicon.

Tak ada akar, rotan pun jadi. Begitu pikir saya. Bahan-bahan dari situs SABDA kami sikat habis. Bahkan bersama-sama dengan para mahasiswa, saya berusaha untuk mendorong mereka menggunakan apa yang ada. Parsing-parsing kecil kami lakukan, diskusi-diskusi sederhana kami buat dan saya sendiri bahkan merasa bahwa saya adalah bagian dari mereka yang sama-sama belajar. Mereka tidak sungkan-sungkan mengganggap saya sebagai teman studi. Trimakasih Tuhan. Bahasa Ibrani yang menakutkan bagi mereka dan bagi saya dulu kami buat lebih menyenangkan walaupun kami masih harus sama-sama belajar. Inilah Proyek Ibrani II kami yang minim alat.

Ketika saya menulis kisah ini, saya baru saja menyelesaikan pertemuan dengan mahasiswa untuk menyelesaikan parsing kata-kata tertentu. Semoga hasilnya menyenangkan dan dikenang.[MT]