Jumat, 27 Februari 2009

KIAT MENGHADAPI MASALAH ALA NAAMAN


Masalah dalam hidup manusia adalah bumbu-bumbu kehidupan. Istilah ini pernah saya dengar dan terrekam persis dalam benak. Tetapi seiring persoalan yang bertubi-tubi, rekaman yang tersimpanpun mulai memudar bahkan hilang. Saat masalah kehidupan menghimpit, fokus seringkali tidak jelas. Ini saya alami sendiri sejak awal 2009 ini, sampai suatu hari seorang rekan pelayan meminta saya untuk membawakan firman Tuhan di gerejanya di Kupang. Dalam benak saya, saya ingin sekali membawakan tentang Naaman. Ini karena akhir-akhir ini saya sedang menggeluti sebuah bacaan kecil. Buku ini juga saya temukan secara tidak sengaja di timbunan sampah-sampah bekas angkutan barang-barang yang dibenahi saat banjir lumpur menimpa rumah keluarga Banfatin (om saya) di Toineke. Secara tidak sengaja saya menemukan sebuah buku usang yang sudah kumal dan kekuning-kuningan dengan ejaan lama. Saya membaca-membaca- dan membacanya dan sangat diberkati dengan kehidupan isi buku kumal ber-ejaan lama ini.

Ketertarikan saya untuk mengkhotbahkan tokoh Naaman karena ia menghadapi masalah yang besar. Naaman seorang panglima yang tentu punya banyak bawahan; Ia juga seorang yeng terpandang dihadapan Tuannya dan dikasihi, bahkan ia disebut-sebut sebagai pahlawan. Sayangnya dia sakit kusta. Penyakit Kusta menurut Imamat 13:45 menyebabkan orang yang menderita itu harus diasingkan,bahkan mengenakan pakaian yang sobek-sobek dan tinggal di pembuangan. Sayang sekali, Naaman terancam di "ekstradisi" dari lingkungan kerajaan tempat ia sangat dihormati. Ini masalah yang dihadapi Naaman.

Tetapi bacaan ini membawa saya kepada tokoh kedua yang tidak terlalu istimewa. Dia seorang gadis (yang kesaksiannya mungkin tidak akan dipercaya), seorang anak (ingusan), dan seorang budak Naaman pula. Hebatnya, gadis kecil ini punya iman bahwa nabi di Samaria itu "tentulah" atau dalam terjemahan lama "niscaya" mampu menyembuhkan. Inilah iman. Iman yang tidak dimiliki orang gede-an tapi oleh seorang anak kecil yang sederhana muncul iman itu. Iman yang kita miliki dapat menolong kita untuk memberi solusi bagi orang yang bermasalah.

Faktor kedua menurut catatan dari perenungan saya adalah kesiapan batin. Ketika berangkat mengikuti saran untuk memperoleh kesembuhan, Naman mempersiapkan 10 talenta perak, 6000 syikal emas dan sepuluh potong pakaian (harta)ia juga membawa surat (administrasi baik) dan diplomasidengan raja. Tapi Dia tidak siap bathin katika sesampainya di Israel, raja bahkan memintanya menghadap Elisa dan Elisa pun tidak mau menemui dia selain menyuruh bujangnya menemui Naaman. Perbuatan ini membuat Naaman gusar (ay.11) dan panas hati (ay.12). Saya menyimpukan bahwa kesiapan bathin tidak ada dari Namaan dalam memahami solusi Alah. Dalam sebuah masalah, kita harus menyiapkan bathin yang kuat. Saya refleksikan dengan diri saya sendiri.Bebebrapa aktu lalu secara fisik, dan administrasi saya berpikir bahwa mustahil saya akan diganti dari jabatab saya, tapi saya tidak secara psikis dan bathin siap untuk diganti sampai saat pergantuan itu datang. Saya benar-benar diganti. Saya bersyukur, malam itu saya mendapat sebuah kekuatan bathin.

Dan hal ketiga adalah harus menjalani proses. Naaman bisa saja mandi di Parpar dn Abana yang lebih bersih, tapi prosesnya adalah, Ia harus datang dan sampai di Israel dan mandi di sungai Yordan. Supaya Ua tahu bahwaUsrael ber-Allah. Proses harus dijalanunya. Dan saat Naaman menjalani proses itu maka, pulihlah tubuhnya kembali seperti seorang naka dan iamenjadi tahir (ay.14).

Dengan demikian selesailah masalah Naaman, dan selesailah saya menulis point ini karena waktu sudah menunjukkan jam 00.41 sekarang. Saya harus segera tidur karena pagi hari jam 04.55sudah harus bangun dan bercuap-cuap kembali di Sambut Pagi Radio Suara Kupang.

Apapun yang terjadi, saya mendapat sebuah makna penting untuk hidup. Kalau menghadapi sebuah masalah, ingat tiga hal : (1)Iman adalah modal; (2)Kesiapan Bathin;(3)Menjalani Proses. [MT]

Kamis, 05 Februari 2009

TOLONG...SAYA KECOPETAN ... (di Kupang)


Baru saja pelajaran tentang cara menafsir Alkitab selesai, saya bergegas pulang. Dengan berjalan kaki + 1 Km ke jalan raya untuk akhirnya menumpang angkot, saya masih sempat membalas SMS dari seorang siswi binaan STII. Dia bertanya, "kalau seandainya Yudas tidak menjual Yesus, apakah yang akan terjadi dengan kamu?" Telfon genggam saya saya isi di kantong tas dan dengan sekali panggil, angkot yang akan saya tumpangi segera berdiri. Mata saya masih sempat mengawasi dua atau tiga orang di atas angkutan kota yang saya tumpangi. Beberapa orang mahasiswa duduk di kursi yang berhadapan dengan saya. Sementara di samping saya, duduk seorang kakek. Saya menduga dia pengungsi. Jalur yang saya lewati adalah jalur pengungsi Tim-Tim. Dalam perjalanan, beberapa mahasiswa turun dari angkot tapi saya rasa, tidak pernah berkurang penumpang di dalam. Beberapa kali saya merasa, kakek yang duduk di samping saya seolah "mendorong" saya. Naluri "jawa" saya muncul. Jangan-jangan kakek itu akan mencopet. Tapi segera saya tepis anggapan itu. "Masa,sih.. di kupang ada copet. Kayak bis jogja - Solo atau Kartosuro - Semarang aja.." Setelah turun angkot, saya memanggil ojeg, yang kebetulan ada di mana saja di Kupang, untuk tiba di kost saya. Dengan kelelahan dan rasa kantuk yang dalam saya membuka pintu, masuk dan siap untuk istirahat siang. Sekedar untuk memastikan apakah ada pesan yang masuk, saya mencari telpon seluler saya, tapi astaga.... Sesudah bongkar sana sini, tidak saya temukan lagi....

Handphone itu raib di Bemo tadi. Saya baru sadar, copet ternyata tidak hanya ada di Semarang, terutama di Pedurungan dalam bis menuju Kartosuro. Waktu itu alih-alih menjual koran, dia merogoh kantong saya, beruntung tidak ada uang atau barang berharga lainnya di sana. Salah sasaran. Seharusnya ia tidak mencopet pada anak kost seperti saya. Ehehehe... Ketipu dia. Tapi sekarang hal itu terjadi di Kupang, kota propinsi kecil yang sepi pengamen. Ternyata mental jelek tidak harus di kota Besar. Sekarang, sayalah korbannya, tanpa HP. Susah menghubungi siapapun. Saya dapat merasakan sekarang bagaiamana orang yang dikarantina tanpa HP dan bagaimana orang yang meminta dukungan doa dari saya karena kehilangan. Tuhan kuatkan saya... Amin.