Rabu, 08 September 2010

PPL


Adalah pengalaman pertama untuk mengikuti Program Pengalaman Lapangan atau Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) untuk menjadi guru. Di sekolah Theologia dulu, kami diberi kesempatan untuk mempraktekan ilmu kami dengan setiap jumat hingga senin pagi wajib berada di tengah-tengah jemaat dan melayani mereka. Semasa kuliah, ini kami sebut sebagai Week End. Istilah “week end” bagi kebanyakan orang mungkin sesuatu yang menyenangkan karena bias berlibur atau pergi ke luar kota, santai dan banyak kegiatan relaksasi lainnya. Tapi week end bagi kami mahasiswa Tgeologia (dulu) adalah waktu yang cukup menegangkan. Disebut menegangkan karena setiap jumat siang, saat mendengar bunyi Adzan dari Masjid tetangga asrama kami, itu adalah semacam komando bahwa kami sudah harus keluar dari asrama menuju ke tempat pelayanan kami di desa-desa sekitar Jogjakarta dan Jawa Tengah, tinggal di rumah-rumah jemaat dan bersosialisasi dengan mereka untuk akhirnya melayani mereka. Yang perlu kami lakukan adalah hadir di tengah-tengah jemaat dan masyarakat Jawa (kebetulan saya di desa Terbah di Gunung Kidul, Yogyakarta), hidup selayaknya orang Jawa dan berusaha menjadi bagian dari mereka untuk akhirnya melayani mereka. Rutinitas pendeta di tengah jemaat sekali.

Menjelang lima tahun sesudah tamat kuliah, yang kebanyakan saya dihadapkan pada mahasiswa, atau murid-murid sekolah, saya harus kembali melakukan observasi dan adabtasi lagi dengan lingkungan sekolah. Awalnya karena ketertarikan saya di dunia pendidikan. Sejak tamat sekolah theologia, kebanyakan saya bergerak di bidang pendidikan. Pernah dipercaya mengasuh mata kuliah hermeneutika di STII Kupang dan bahasa Ibrani. Lima tahun sudah belajar untuk mengajar. Kemudian merambah ke sekolah lain seperti STTP di Kupang, ke STT Berkat di Camplong dan kemudian ke tingkatan SMA yakni ke SMTK Musafir Kupang. Perluasan ini membuat saya semakin tertarik untuk menjadi pengajar saja. Bukan karena ikut-ikutan, namun karena keterpanggilan saya melihat kebutuhan di sekolah dan gereja.
Sejak mengikuti program Akta Mengajar di Universitas Nusa Cendana Kupang, saya merasa bahwa ada banyak yang harus saya benahi dari cara mengajar saya. Misalnya mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi seluruh pembelajaran. Jujur saja selama bertahun-tahun mengajar di STII, STTP, STT Berkat, saya belum terlalu banyak mengetahui tentang cara yang paling tepat mempersiapkan diri, yang tidak sekedar bermodal berani dan nekad saja tetapi harus mempersiapkan administrasi pembelajaran di kelas juga. Syukurlah, ada sedikitpengalaman lapangan sebelum betul-betulkuliah dan di PPL-kan ke ‘the real school.” Di SMTK Musafir Kota Kupang, memang administrasi untuk pembelajaran juga kami lakukan. Bahkan puji Tuhan, sekolah kami memiliki Silabus bahasa Yunani dan Ibrani yang kami usahakan sendiri dengan panduan kurikulum untuk SMTK.

Akhir Agustus 2010, kami mulai dilepas untuk mengikuti Program Pengalaman Lapangan. Rumit juga urusan untuk akhirnya bias PPL. Dimulai dengan pembekalan yang dilakukan UPT PPL undana. Kami mahasiswa Akta Mengajar dikumpulkan dengan teman-teman yang regular dan diberitahu aturan-aturan selama PPL. Harus berpakaian rapih, bertindak seperti seorang guru, dan melakukan tugas administrasi di sekolah dan kegiatan manajemen sekolah. Setelah carut marut urusan di kampus dengan UPT PPL Undana selesai, berangkatlah kami di antar pihak undana dan diserahkan ke SMP Negeri 1 Kupang. Tidak pernah terbayang untuk mengajar anak-anak SMP dalam benak saya. Puji Tuhan, saya sudah pernah mengajar di Sekolah Tinggi (setingkat di atas SMA), di SMA (SMTK), dan bahkan pernah di Taman Kanak-kanak (TK). Sebuah pengalaman berarti. Dan sekarang di SMP.
Hari-hari pertama PPL di SMP kami dibawa ke kelas untuk melihat guru mengajar dan kami mengamati ‘gelagat’ siswa SMP yang di luar dugaan. Banyak teman bahkan mengaku kalau anak-anak SMP sangat liar. Tapi setelah diikuti ternyata ada trik-trik tersendiri untuk mengajar di SMP. Lain dengan trik di SMA atau Perguruan Tinggi atau bahkan TK. Saat gurunya tidak masuk, kami malah disuruh untuk mengajar.
Dan asal diketahui, PPL dinilai dari Observasi sekloah yakni mengamati dan melaporkan tentang keadaan sekolah secara fisik, orgnisasi, dan kegiatan-kegiatan di sekolah, mengajar terbimbing yang dnilai RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan Pelaksanaan Pembelajaran. Bayangkan, semuanya ini harus ditulis tangan. Memang teknologi mempermudah tapi juga membuat orang malas. Sehingga semua laporan ini harus ditulis tangan. Beruntunglah, hari ini libur Idul Fitri 1 Syawal 1431 H sudah dimulai, jadi bias menulis di blog ini lagi. Semoga pembelajaran terbimbingnya jalan lancer, pembelajaran mandirinya berjalan lancer dan dinilai baik oleh guru pamong dan dosen pembimbing, dan akhirnya bias Ujian serta mengumpulkan laporan PPL. Tuhan yang menuntun ke jalan ini. Puji Tuhan, pasti ada kekuatan utnuk menyelesaikan urusan menjadi guru agama di sekolah. Kerinduan yang terpendam sejak SD ketika ditanya, mau jadi apa. Selalu ada jawaban “jad guru.” Dan selamat dating guru Medison Tanesib. Guru yang tidak hanya bermodal nekad tetapi guru yang pernah mempraktekan bagaimana mempersiapkan pembelajaran dengan menyusun RPP, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasinya.

Dan semoga Pdt. Imanuel Lakamal, MA dosen pembimbing saya dan ibu Damaris Ch. Mandala, S.Th guru Pamong saya dan Yohai Betty teman semata pelajaran saya mendukung saya dalam penyelesaian PPL ini. Intinya kalau mau PPL, persiapkan mental hadapi anak-anak, ambillah inisiatif untuk konsultasi dengan dosen pembimbing dan guru pamong, bekerjasamalah dengan teman-teman seangkatan di satu sekolah dan kerjakan semua yang direncanaan. Ada satu lagi, mental untuk menghadapi anak-anak SMP harus ada. Kalau tidak bias muntah darah. Hehehee. Yang terakhir ini berlebihan.