Senin, 07 Maret 2011

TIMOR KO'UK?



Rasanya akan menjadi sebuah bahan tertawaan bahkan olok-olokan kalau seseorang berdiri di suatu forum di Kupang dan dengan logat Timornya memperkenalkan diri bahwa dia adalah orang Timor dari pedalaman SoE. Orang akan tertawa lepas, atau senyum sinis sambil dari dalam hatinya berucap, “Dasar Timor Ko'uk.” Ini sebuah ungkapan negatif untuk menyebut orang Timor.

Memahami kata Ko'uk, saya teringat cerita seorang rohaniawan yang sekarang sudah menjadi anggota dewan provinsi NTT. Beliau adalah orang Timor. Kenapa orang Timor disebut Ko'uk digambarkan dalam cerita berikut. Alkisah katanya, suatu hari ada seorang bapak orang Timor yang tinggal di Baun sebuah tempat yang agak jauh dari Kupang jika ditempuh dengan jalan kaki. Hari itu ia memutuskan untuk memetik kelapa muda miliknya dan memikul duapuluh buah dan berjalan kaki menuju pasar Inpres Naikoten di Kupang untuk dijualnya. Panas matahari pagi yang mulai meninggi tidak menghalangi niatnya untuk berjualan kelapa muda. Sesudah menempuh perjalanan panjangnya, sampailah dia di pasar dengan peluh yang memenuhi sekujur tubuhnya. Baru saja duduk dan menjajakan dagangan kelapa mudanya, tiba-tiba sebuah mobil mewah berdiri tepat di depannya. Pemilik mobil turun dan bertanya kepadanya, “bapak, berapa harga satu butir kelapa.” (tentu dalam logat Kupang.) Lalu bapak ini menjawab “duaribu.” Dan pemilik mobil itu meminta untuk membeli semua kelapa muda itu. Dupuluh buah yang dibawanya dibeli semuanya. Tapi si bapak menolak dan berkata, “Pak, saya baru datang. Nanti kalau bapak beli semua, saya jualan apa hari ini?” Bodoh sekali bapak ini. Dia tidak bisa berpikir bahwa dengan terbelinya duapuluh buah kelapanya, berarti dia tidak harus bersusah-susah lagi menunggu pembeli. Logikanya kurang main. Bahkan kalau dibilang jongkok. Otaknya ada pada dengkulnya, begitu istilah yang tepat untuk bapak ini. Dan istilah yang tepat untuk dia adalah, dia adalah si Timor Ko'uk. Si Timor yang Bodoh.

Sebuah stigma bagi orang Timor selalu adalah bahwa orang Timor itu Ko'uk. Bodoh. Apa betul stigma itu masih melekat sampai sekarang? Kalau iya, lihatlah kenyataan. Banyak orang dari suku Timor yang saya dengar dan bahkan saya kenal menyelesaikan studi Doktoralnya di luar negeri dan bangga bahwa dia adalah orang Timor. Banyak orang dari suku Timor yang duduk di bangku-bangku kuliah di pulau Jawa, bahkan pulau-pulau lain. Universitas-universitas di Kupang juga masih diisi dengan orang-orang yang bermarga Timor.

Sayangnya, tidak semua orang Timor bangga menjadi orang Timor. Mereka lebih bangga kalau berbicara dalam logat Jawa, malu kalau menggunakan bahasa daerah mereka sendiri, dan bahkan malu memperkenalkan diri sebagai orang Timor dari soE. Apalagi dari Kolbano. Hemat saya, orang Timor sama saja dengan orang dari suku-suku lain. Jangan berpikir, orang-orang di Jawa semuanya bisa berbahasa Indonesia. Sama dengan orang di pedalaman Nuapin di Mollo Utara atau di pedalaman Oinlasi. Hanya, orang-orang Jawa di pedalaman seperti di dukuh Belang di kecamatan Patuk Gunung Kidul Yogyakarta atau di dukuh Krajan di Mojosongo Boyolali tempat saya pernah mengabdi bangga menjadi orang Jawa. Jati diri orang akan semakin terbangun kalau ia bangga akan itu. Asal saja ia tidak sombong dan menganggap sukunya lebih unggul dari suku lain, merendahkan suku lain dan membangun opini negatif untuk suku itu.

Hemat saya, supaya tidak disebut Timor Ko'uk, belajarlah. Isilah otak dengan banyak ilmu. Carilah pengalaman. Tapi sadarlah sesadar sadarnya bahwa saya tetap orang Timor. Saya bangga menjadi orang Timor. Suku saya tidak lebih jelek dari suku lain dan bukan suku yang paling hebat dari suku lain. Saya harus tetap menggunakan bahasa Timor dan tidak menganggap bahwa saya orang terhebat di kampung. Meminjam istilah Pak Ans Takalapeta, mantan Bupati Alor, salah satu tokoh idola saya: “orang yang kehilangan jati diri sebenarnya sudah mati sebelum kematian sesungguhnya datang menjemput.”

Biarkanlah stigma Timor Ko'uk ada. Asal ada fakta bahwa si Timor itu tidak Ko'uk lagi.

Tidak ada komentar: