Kamis, 06 November 2008

IMAGE & REALITY



Kata orang, dalam hidup ada dua tataran. Tataran yang pertama ada di dalam otak yang bisa kita sebut tataran idealis dan tataran kedua ada dalam kelakuan yang namanya tataran realistis. Semua manusia berhadapan selalu dengan dua hal ini. Dua tataran ini kadang tidak sejalan. Apa yang ada dalam otak kita kadang (kalau bukan selamanya) tidak berjalan bersamaan dengan apa yang kita lihat, kita alami dan kita rasakan.

Dalam bayangan saya, pendeta adalah orang yang sangat sempurna. Dalam istilah saya seorang pendeta adalah manusia yang punya tingkatan di atas manusia normal lain. Atau "sedikit di bawah malaikat." Image ini sudah terbangun sejak kecil. Papa saya yang dipercaya mengelola satu gereja kecil di desa selalu menjemput Pak Pendeta untuk melayani sakramen. Wibawa dan nada suara pak Pendeta, bahkan jubah hitam dan "dasi" putihnya membuat saya semakin mengagumi pendeta. Saat saya mulai sekolah teologi dengan harapan untuk menjadi pendeta, barulah saya tahu, gambaran saya tentang pendeta kelitu. Kenyataan mengatakan bahwa calon-calon pendeta di sekolah teologi mempraktekan berlawanan dengan image saya. Gambaran ini masih terus ada setelah saya tinggal serumah dengan para pendeta dan saya ternyata tahu bahwa memang gambaran saya terhadap pendeta sangat keliru. Jika rocker saja adalah manusia., pendeta jelas adalah manusia juga.

Dalam hal komunikasi, image dan reality juga harus diperhatikan. Dr. Donald K. Smith dalam sebuah bukunya yang saya baca berjudul Creating Understanding menyebutkan bahwa dalam komunikasi, terutama komunikasi lintas budaya dengan tujuan pekabaran Injil, hal terbaik bagi seorang komunikator adalah memperhatikan gaya presentasi. Walaupun isi dan essensi pembicaraan tidak berubah, namun gaya presentasi harus disesuaikan dengan gambaran mental audiens. Untuk dapat mempersiapkan secara cukup, seorang komunikator harus mengenal gambaran imageyang didapat dari audiensnya.

Demi pengenalan image dari audiens, hal-hal berikut perlu diperhatikan:
1. Apakah ketertarikan spiritual mereka?
2. Apakah merekan memiliki keingnan untuk terlibat dalam pekerjaan Kerajaan Allah?
3. Apakah mereka secara baik mendapatkan informasi atau edukasi? Apakah mereka
tertarik dalam urusan kekinian saja? Dunia? Nasional? Atau hanya komunikasi.
4. Apakah anda menganggap audiens anda atagonis atau bersahabat?
5. Apakah mereka tertarik dengan subjek yang anda bawakan?

Memang pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan memberikan sebuah gambaran yang penuh dari audiens. Namun ini membatu saya untuk semakin mengerti bahwa audiens penting dalam komunikasi. Bagaimana dengan kasus image & reality kehidupan pendeta?

Semoga saja mereka (termasuk saya) yang bekerja di ladang Tuhan demi kerajaan-Nya tidak terjebak. Semoga.

Tidak ada komentar: