Kamis, 04 Desember 2008

LAYANAN PUBLIK YANG MENGECEWAKAN


Peristiwa ini saya alami di salah-dua instansi pemerintah di Kota Kupang. Saat itu saya harus mengurus beberapa surat yang berhubungan dengan legalisasi diri saya sebagai penduduk asli Kupang. Maklum, saya lahir dan besar di sebuah desa di pinggiran kota kecamatan di Kapan. Studi SMA di kota kabupaten di So’e ibukota kabupaten. Tetapi saya belum pernah menginjakkan kaki di kota provinsi, Kupang. Setamat SMA di So’e, saya langsung melanjutkan studi di Lembang, Cipayung dan akhirnya tiba di Jogja. Karena seringnya berpindah, saya bahkan tidak punya KTP yang benar-benar paten. Saya pernah punya KTP sementara di Lembang, KTP local di desa Terbah, Gunung Kidul, tapi tidak di Kupang dan bukan KTP Nasional. Dalam petualangan mencari KTP itulah saya pernah bertemu dengan “tampang-tampang” galak para PNS di Kupang. Pelayanan publiknya memang tidak memuaskan. Paling tidak terhadap saya beberapa waktu lalu.

Waktu itu saya mengetuk pintu ruangan yang akan saya tuju di kantor tempat saya mengurus beberapa surat dengan ramah dan bersahabat. Maklum, keramahan Jogja masih membekas di benak saya. Saya merasa ketukan saya di pintu sudah cukup keras, dan bahkan para pegawai itu sudah sempat melihat saya dengan jelas di depan mereka. Tapi mereka malah dengan santainya mengurus riasan di wajah mereka. Sekali lagi saya bersuara agak keras menyapa dengan ramah’ “selamat pagi!” Tetapi malah dibalas dengan cibiran dan pertanyaan “sapa tuh?” (Dalam bahasa Kupang yang kental). Mungkin itu yang membuat seorang dosen kami dari Jogja Dr.Suroso ketika menginap di salah satu hotel di Kupang pernah berkesan, kalau hotel itu ada di Jogja, mungkin tidak ada yang menginap.

Kembali ke cerita saya di kantor tadi. Tanpa sedikitpun menghiraukan saya membuat saya naik darah. Ingin rasanya saya menmbentak. Tapi akh..biarkan saja. Toh saya ke sini dengan tujuan untuk meminta bantuan. Beberapa saat kemudian, seorang teman yang sekaligus sesepuh kami yang kebetulan bekerja di kantor itu bernama Ibu Erika Pandjaitan datang. Betapa kagetnya ibu-ibu yang duduk di depan saya karena ternyata saya mengenal ibu Erika. Dengan segera mereka berubah wajah dan meladeni saya dengan sopan karena saya mengenal ibu Erika. Segera surat saya diurus dan selesailah suratnya diurus.

Oh.. ternyata mereka hanya akan melayani orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan mereka. Karena itu tidak salah kalau menyebut bahwa nepotisme di Kupang masih sangat kuat terasa. Kapan itu akan berakhir, saya juga tidak tahu. Tapi semoga nepotisme itu segera berakhir.[MT]

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ok saya sangat setuju kalau di katakan di kota KUPANG,masih sangat sarat sama yang nama nya nepotisme,karna kejadian seperti itu juga sering saya alami dan salah satu nya.,di pintu masuk pelabuhan bolok kupang yang kalau KELUARGA si penjaga pintu,(MUNGKIN)atau mungkin juga kenalan si penjaga pintu,pasti akan di bebaskan dari biaya pas masuk,semoga NEPOTISME segera di basmi di kota kupang yang berlogo KOTA KASIH ini,oleh pemerintah supaya setiap orang berhak mendapatkan pelayanan yang sama,dan TIDAK PILIH KASIH.
n tkx buat sobat SONY yang sudah muat tulisan ini,dan semoga yang membaca tulisan ini dan andalah pemerintah,tolong di tindak lanjuti